Sebelum membuang sayuran layu dan sisa makanan yang tidak diinginkan ke tempat sampah, pertimbangkan hal ini: Sekitar 19 persen dari seluruh makanan yang diproduksi di seluruh dunia terbuang sia-sia setiap tahunnya. Food Waste Index 2021 dari United Nations Environment Programme (UNEP) mencatat Indonesia sebagai negara di Asia Tenggara penghasil sampah makanan paling besar, yaitu 20,93 juta ton setiap tahunnya!
Selain menjadi kontributor besar perubahan iklim, sampah makanan juga menyia-nyiakan air, listrik, tanah, dan tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi, memproses, dan mengangkut bahan-bahan makanan tersebut. Saat membusuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), makanan menghasilkan metana, gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida. Artinya, sampah makanan kita secara kolektif menghasilkan sekitar 10 persen emisi global.
Untungnya, solusinya ada di tangan kita. Berikut adalah lima cara mudah untuk mengurangi sampah makanan dan melindungi alam.
1. Buat perencanaan matang agar tidak banyak sisa
Sebelum pergi ke supermarket, pastikan apa saja yang sudah ada di rumah. Rencanakan menu Anda untuk seminggu ke depan dan sertakan bahan-bahan dengan kegunaan yang beragam. Anda dapat menggunakan setengah nanas bersertifikasi Rainforest Alliance untuk kari pedas hari ini dan membakar sisanya besok untuk dimakan bersama es puter kelapa. Saat bersantap di luar, bersikaplah realistis tentang seberapa yang bisa Anda makan atau rencanakan untuk membawa pulang sisa makanan Anda (dalam wadah guna ulang).
Bonus: Mengurangi sampah makanan dapat membantu perekonomian rumah tangga Indonesia. Hal ini baik untuk planet dan dompet Anda.
2. Salah kaprah label “baik digunakan sampai”
Memeriksa tanggal kedaluwarsa sebelum membeli memberi Anda lebih banyak waktu untuk menghabiskan bahan makanan, sehingga membantu mengurangi jumlah sampah makanan yang Anda hasilkan. Namun perlu diingat, tanggal “baik digunakan sampai” (best by) bukan tentang keamanan konsumsi makanan, tetapi sekadar menunjukkan masa kualitas terbaik. (Anda tetap harus lebih berhati-hati jika tanggal “gunakan sebelum” (use by) telah lewat). Dan jangan abaikan buah dan sayuran dengan sedikit memar atau cacat. Penampilan yang kurang sempurna ini tidak akan menjadi masalah jika Anda menambahkannya ke dalam sup atau pai. Toko-toko juga sering memberi harga yang lebih rendah untuk produk-produk seperti ini.
3. Freezer adalah teman
Membeli bahan makanan segar beku atau yang kemudian dibekukan di rumah memungkinkan Anda mengolah hanya yang Anda butuhkan dan menyimpan sisanya. Agak kalap saat ke pasar? Beragam sayuran dapat Anda cuci lalu blansir dalam air mendidih selama satu atau dua menit, celupkan ke dalam rendaman es, tiriskan, letakkan di atas loyang, dan bekukan di freezer. Setelah beku, pindahkan ke dalam kantong guna ulang, tempat sayur Anda dapat menunggu giliran diolah. Anda juga dapat melakukan hal yang sama untuk sebagian besar buah-buahan, minus proses blansir.
4. Kreativitas di dapur dapat mengurangi limbah makanan
Berikan sisa makanan Anda kesempatan untuk terus bermanfaat. Mentimun terlihat agak layu? Iris dan jadikan acar menggunakan garam, cuka, dan sedikit cabai. Rebus wortel, batang seledri, dan bawang bombai layu bersama tulang ayam untuk membuat kaldu nikmat—atau lewatkan tulangnya jika Anda lebih suka kaldu sayuran. Bagaimana dengan pisang yang kulitnya sudah cokelat? Panggang menjadi muffin atau campurkan dengan susu pilihan Anda untuk membuat smoothie yang lezat. Beri kesempatan kedua untuk sayuran dan salad yang tersisa dengan menumisnya bersama nasi, bawang putih, kecap, dan telur atau tahu. Siapa yang tidak suka kisah heroik seperti ini?
5. Emas hitam di cangkir dan taman Anda
Secangkir kopi bersertifikasi Rainforest Alliance yang menghidupkan Anda pagi ini dapat memberikan keajaiban serupa di kebun Anda atau taman setempat. Komposkan ampas kopi bekas bersama bahan organik lainnya seperti kulit pisang, daun, dan kulit jeruk dan Anda akan mengubahnya menjadi “emas hitam”, pupuk alami yang menyuburkan tanah dan mengurangi kebutuhan penyiraman. Lebih dari 40 persen sampah di Indonesia dapat dikompos. Sampah ini sebenarnya tidak perlu dibuang ke tempat pembuangan akhir dan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca.
Para petani di dunia bekerja keras untuk menanam makanan kita. Mari kita hargai upaya tersebut dengan menghindari sampah makanan.