Ketika kita melihat masa depan planet ini, kaum mudalah yang memiliki andil terbesar dalam pilihan yang kita buat hari ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk melibatkan mereka dalam rencana perlindungan sumber daya alam dan masyarakat sekitar hutan. Seiring dengan perubahan iklim, kemiskinan, dan masalah-masalah lain yang semakin meningkat, kaum muda di pedesaan harus memiliki suara, serta pendidikan dan dukungan untuk membantu mereka berkembang.
Meskipun istilah “kaum muda” tidak tepat, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikannya sebagai orang yang berusia antara 15 dan 24 tahun, periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Saat ini, satu dari lima dari 1,3 miliar anak muda di dunia adalah NEET, atau “Not in Education, Employment, or Traning.” Kaum muda tiga kali lebih mungkin menjadi pengangguran dibandingkan orang dewasa, dan perempuan muda dua kali lebih mungkin berada dalam kategori NEET dibandingkan laki-laki, yang merugikan prospek masa depan mereka.
Satu miliar kaum muda saat ini tinggal di negara berkembang, dengan 70 persen di daerah pedesaan. Meskipun sepertiga dari total pasokan pangan dunia diproduksi oleh petani kecil, komunitas petani ini semakin menua, dan kaum mudanya semakin banyak yang pergi ke kota dan mengabaikan karier di bidang pertanian dan kehutanan-bidang yang mereka anggap tidak menguntungkan.
Untuk mencegah migrasi keluar ini, kaum muda pedesaan membutuhkan akses ke pendidikan berkualitas tinggi, pelatihan, keterampilan kewirausahaan, bimbingan, dan keuangan yang memungkinkan mereka untuk berinvestasi dalam bisnis pertanian dan kehutanan yang lebih berkelanjutan. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana Rainforest Alliance mengintegrasikan kebutuhan kaum muda saat ini ke dalam inisiatif yang lebih besar di seluruh komunitas dan lanskap.
Mengedukasi kaum muda pedesaan tentang keberlanjutan kakao di Indonesia
Terlepas dari kekayaan lingkungan alam Indonesia, banyak petani kakao di Indonesia yang mengalami kesulitan, terbebani oleh pohon kakao yang sudah tua dan tidak produktif, serta kurangnya pelatihan mengenai teknik pengolahan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Akibatnya, anak-anak mereka sering kali memilih bekerja di industri lain, seperti pariwisata.
Di Kabupaten Jembrana, Bali, misalnya, hanya 10 persen petani yang merupakan kaum muda. Meskipun kaum muda pedesaan tertarik dengan sekolah bidang pertanian, hanya sedikit yang melanjutkan ke karier pertanian. Kurangnya akses mereka terhadap pengetahuan teknis diperparah dengan aturan keanggotaan koperasi kakao yang ketat-yang biasanya diperuntukkan bagi kepala keluarga laki-laki.
Untuk membantu anak muda Jembrana menjadi ahli pertanian masa depan, pada tahun 2017 kami meluncurkan Sustainable Action and Advocacy in Kakao (SUBAK) dalam kemitraan dengan Yayasan Kalimajari. Tim SUBAK meminta 32 sekolah kejuruan lokal untuk memilih dua siswa terbaik mereka untuk mengikuti program beasiswa, dengan perwakilan perempuan yang setara, dan menciptakan penghargaan jurnalisme siswa untuk meningkatkan kesadaran tentang pertanian kakao dan keberlanjutan. Sepuluh pemenang berpartisipasi dalam program penelitian yang melibatkan kunjungan lapangan dan lokakarya, dan tiga proyek teratas mendapat penghargaan dalam sebuah acara untuk para pemimpin muda.
Selain itu, tim SUBAK juga bekerja sama dengan koperasi kakao Kerta Semaya Samaniya (KSS) di Jembrana untuk mengubah peraturan keanggotaannya. Kaum muda dan perempuan (termasuk perempuan lajang) sekarang dapat mendaftar. KSS juga menawarkan magang, yang memberikan pengalaman dunia nyata yang berharga bagi kaum muda untuk mempersiapkan mereka memasuki pasar kerja.
Mempromosikan kewirausahaan kaum muda di Kenya
Dalam melindungi lanskap pedesaan dan meningkatkan mata pencaharian, Rainforest Alliance menggunakan pendekatan Pengelolaan Lanskap Terpadu (Integrated Landscape Management, ILM) , yang membina kolaborasi di antara para petani, pelaku usaha kehutanan, pemimpin lokal, perusahaan, pemerintah, dan pengguna lahan lainnya. Namun, jika ILM ingin berhasil dalam jangka panjang, ILM juga harus menyertakan kaum muda, kelompok yang sering diabaikan.
Lanskap hutan di Gunung Kenya menampilkan satwa liar langka dan sumber daya alam yang berharga, tetapi juga merupakan rumah bagi masyarakat petani teh dan kopi yang berjuang melawan perubahan suhu, curah hujan yang tidak dapat diprediksi, meningkatnya wabah hama, dan tanaman kopi dan teh yang menua. Program Mount Kenya Sustainable Landscape and Livelihoods telah membentuk Dewan Pengelolaan Lanskap di tingkat kabupaten yang melibatkan kaum muda dan perempuan. Dewan ini menyatukan anggota masyarakat untuk mengembangkan dan menerapkan rencana yang bertujuan untuk melindungi hutan mereka dan meningkatkan pendapatan.
Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan teknis dan pelatihan kewirausahaan kepada 5.000 pemuda di daerah tersebut untuk membangun kegiatan alternatif yang menghasilkan pendapatan, seperti produksi madu, pembibitan pohon, dan teknologi energi bersih. Kami juga memfasilitasi koneksi ke dunia keuangan, sebuah tantangan abadi bagi kaum muda yang tidak memiliki rekam jejak keuangan yang panjang. Terakhir, kami akan bekerja sama dengan sekolah-sekolah lokal dan organisasi yang dipimpin oleh kaum muda agar pengetahuan ini dapat diteruskan kepada generasi berikutnya.
Melatih kaum muda dan guru membantu masyarakat seitar hutan berkembang di Meksiko
Di zona penyangga di sekitar Cagar Biosfer Calakmul, Meksiko, masyarakat pedesaan telah berupaya mengelola ejidos (lahan milik bersama) mereka secara lebih berkelanjutan, memanen dan menjual kayu serta produk lainnya, dan melakukan pertanian swasembada. Namun, di bawah sistem ejido, hanya mereka yang memiliki atau akan mewarisi tanah yang dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Jika ditambah dengan prospek pendidikan dan pekerjaan yang terbatas, dapat dimengerti jika banyak anak muda yang meninggalkan Calakmul untuk mencari pilihan yang lebih baik, yang membuat masyarakat kehilangan penduduk muda yang paling cemerlang.
Pada tahun 2016, kami meluncurkan Nuestra Selva, Nuestro Futuro (Hutan Kita, Masa Depan Kita), yang memberikan kesempatan belajar yang luas kepada generasi muda Calakmul, termasuk pengetahuan ekologi, keterampilan sosio-emosional, pengembangan kelompok, bimbingan, dan dukungan individual. Untuk meningkatkan pengaruh kami, kami juga mulai bekerja secara langsung dengan para guru, mendukung pengembangan profesional mereka dan membantu mereka membentuk kurikulum untuk mengadaptasi konten pengelolaan hutan sesuai dengan kebutuhan lokal.
Proyek ini juga memfasilitasi kesempatan belajar melalui pengalaman bagi para siswa berdasarkan kebutuhan spesifik ejidos, seperti mengumpulkan data GPS nyata di lapangan, mencatat titik data, membuat peta, menulis laporan, dan mensurvei anggota masyarakat. Pada tahun 2022, kami menghubungkan 40 siswa ke 7 ejidos, menciptakan peluang untuk kolaborasi antargenerasi dan menampilkan keterampilan dan bakat anak-anak muda ini.
Pekerjaan kami di Calakmul dan di tempat lain membuktikan bahwa berinvestasi pada kaum muda juga merupakan investasi untuk masa depan hutan dan masyarakat sekitar hutan. Peserta proyek, Carmelina Martínez Hernández, baru saja lulus dari universitas dengan gelar sarjana agronomi. Ketika ditanya tentang rencananya, ia menjawab, “Akan menciptakan proyek-proyek yang membantu masyarakat seperti komunitas saya menggunakan sumber daya alam dengan cara yang lebih berkelanjutan dan efisien, memberikan kesempatan untuk kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, dan pada akhirnya membangun ketahanan dan kemakmuran pedesaan.”